BAB I
TEORI PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME
A. Pengertian Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah
bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas,
bukan juga gambaran dari
dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui
kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang
diperlukan untuk membentuk
pengetahuan tersebut. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan
menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun
atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.
Sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan
terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan
untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan Fasilitasi
orang lain. Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan
dengan teori belajar konstruktivisme
adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan
kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual
dari lahir hingga dewasa.
Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui geteman
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
(Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi
adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga
informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru
atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan
itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa
siswa dalam mengkonstruksi suatu
konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky
disebut konstruktivisme
sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada
dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development
(ZPD) dan scaffolding.
1. Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of
proximal development (ZPD) merupakan
jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya
yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan
tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah
di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang
lebih mampu.
2. Scaffolding
Scaffolding merupakan
pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran,
kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding juga bisa diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.
Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah
ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain
yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat
konstruktivis sosial) disebut pendekatan
konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran
matematika tidak bersifat
absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah
dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).
Dalam pembelajaran matematika,
Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socioconstructivism),
siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman
informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan.
B. Tujuan Teori Konstruktivisme
Tujuan dari
teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab
siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri
pertanyaannya.
3.
Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
C. Hubungan Konstruktivisme Dengan Teori Belajar Lain
1. Teori Belajar Konsep
Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep
ini dipengaruhi atau didasari
oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan
dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan
bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam
menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu
konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk
pengetahuan yang tidak tepat.
Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa
dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan
konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan
keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga
pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan
Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang
berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih
dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan.
“Salah pengrtian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan
teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segalagalanyamelainkan justru
menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.
2. Teori Bermakna Ausubel
Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan
mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema
yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang
ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa
yang ia pelajari
sendiri. Teori Belajar
bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan
pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam
sistem pengertian yang telah dipunyai. Serta menekankan
pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah
dipunyai siswa dan mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa
aktif.
3. Teori Skema
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket
informasi, atau sekema yang terdiri
dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan
kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar,
kita dapat menambah skema yang ada sehingga
dapat menjadi lebih luas dan berkembang.
D. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme:
1. Memberi peluang kepada murid untuk mencari
pengetahuan baru dengan melibatkan dunia sebenarnya.
2. Menggalakkan soalan/idea yang didapat
oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan
merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran
secara koperatif.
4. Mengambil kajian
bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5. Menggalakkan, menerima daya
usaha dan
autonomi murid.
6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog antar murid dan guru.
7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
8.
Menggalakkan
proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
E.
Prinsip-Prinsip
Konstruktivisme
Secara garis
besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar
adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid,
kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkontruksi
secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.
Guru
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8.
Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari
semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting yaitu
guru tidak boleh hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada siswa. Tetapi siswa
harus membangun pengetahuan didalam
benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara
mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga
itu nantinya dimaksudkan dapat
membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
F. Kelebihan dan Kelemahan
Teori Konstrutivisme
1. Kelebihan
a. Berfikir dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir
untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.
b. Memahami. Karena
murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka
akan lebih paham dan boleh mengaplikasikannya
dalam semua situasi.
c.
Ingat. Murid
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama
semua konsep.
d. Rasa social. Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan teman dan
guru dalam membina pengetahuan baru.
e. Senang. Mereka terlibat secara langsung mereka bisa paham, ingat,
yakin dan berinteraksi
dengan sehat, maka mereka akan merasa senang belajar dalam membina pengetahuan
baru.
2.
Kelemahan
Dalam
bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran
guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler,
E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.
Dahar, Ranta
Willis. 1989. Teori-Teori
Belajar. Jakarta : Erlangga.
Hidayat, Ikhsan. 2010. Teori Belajar
Konstruktivistik.
https://ikhsanhidayat28.wordpress.com/2013/04/21/teori-belajar-konstruktivistik/. Diunduh 14 Maret, 2017, 12.32
Sutisna. 2009. Teori Belajar Konstruktivisme.
http://sutisna.com/psikologi/psikologipendidikan/teori-belajar-konstruktivisme/.
Diunduh 14 Maret, 2017, 12.33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar