Kamis, 10 Maret 2022

TEORI PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME

 

BAB I

TEORI PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME

A.    Pengertian Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan Fasilitasi orang lain. Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui geteman atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.

1.      Zone of Proximal Development (ZPD)

Zone of proximal development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.

2.      Scaffolding

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding juga bisa diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socioconstructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan.

B.     Tujuan Teori Konstruktivisme

Tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

1.      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

3.      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

4.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

5.      Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

 

C.     Hubungan Konstruktivisme Dengan Teori Belajar Lain

1.      Teori Belajar Konsep

Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.

Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah pengrtian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segalagalanyamelainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.

 

2.      Teori Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Serta menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa dan mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

3.      Teori Skema

Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.

 

D.    Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

Ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme:

1.      Memberi peluang kepada murid untuk mencari pengetahuan baru dengan melibatkan dunia sebenarnya.

2.      Menggalakkan soalan/idea yang didapat oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.

3.      Menyokong pembelajaran secara koperatif.

4.      Mengambil kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.

5.      Menggalakkan, menerima daya usaha dan autonomi murid.

6.      Menggalakkan murid bertanya dan berdialog antar murid dan guru.

7.      Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.

8.      Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

 

E.     Prinsip-Prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:

1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.

3.      Murid aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.

4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.

5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

6.      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

7.      Mencari dan menilai pendapat siswa.

8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

 

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting yaitu guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Tetapi siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

 

F.      Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstrutivisme

1.      Kelebihan

a.       Berfikir dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.

b.      Memahami. Karena murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua situasi.

c.       Ingat. Murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

d.      Rasa social. Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru.

e.       Senang. Mereka terlibat secara langsung mereka bisa paham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan merasa senang belajar dalam membina pengetahuan baru.

 

 

2.      Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.

Dahar, Ranta Willis. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Hidayat, Ikhsan. 2010. Teori Belajar Konstruktivistik.

https://ikhsanhidayat28.wordpress.com/2013/04/21/teori-belajar-konstruktivistik/. Diunduh 14 Maret, 2017, 12.32

 

Sutisna. 2009. Teori Belajar Konstruktivisme.

http://sutisna.com/psikologi/psikologipendidikan/teori-belajar-konstruktivisme/.

Diunduh 14 Maret, 2017, 12.33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar