Senin, 30 Juli 2018

afiq MAKALAH DASAR-DASAR KEPENDIDIKAN "hakekat manusia"


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia memiliki sifat hakekat yang merupakan karakteristik manusia, sifat hakekat inilah yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya. Sifat hakekat inilah yang merupakan landasan dan arah dalam merancang dan melaksanakan komunikasi di dalam interaksi edukatif.
Oleh karena itu sasaran pendidikan adalah manusia dimana pendidikan bertujuan menumbuh kembangkan potensi kemanusiaannya. Agar pendidikan dapat dilakukan dengan tepat dan benar, pendidikan harus memiliki gambaran yang jelas siapa manusia sebenarnya. Karenanya adalah sangat strategis, pembahasan tentang hakekat manusia bagi pengkajian seluruh upaya pendidikan.
1.2 Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum kepada masyarakat luas tentang sifat hakekat manusia yang sebenarnya, sehingga pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Selain itu juga diharapkan mampu menanbah kepustakaan tentang pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas lebih jauh, antara lain:
1. Bagaiman proses penciptaan manusia ?
2. Apa saja dimensi-dimensi kepribadian manusia ?
3. Bagaimana pengembangan dimensi-dimensi manusia ?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENCIPTAAN MANUSIA
A. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
Allah telah menciptakan manusia melalui empat macam proses. Tiga di antaranya adalah proses penciptaan yang sangat istimewa ( special ), dan hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman kepada Allah, bahwa segala sesuatu bisa terjadi bila Allah menghendakinya. Ketiga jenis penciptaan ini, hanya terjadi sekali atau untuk satu orang saja untuk masing-masing penciptaan.
Sedangkan yang satu macam penciptaan lagi adalah semua manusia yang diciptakan Allah selain dari yang tiga orang tadi, yaitu kita semua anak cucu Adam dan Hawa, yang prosesnya dapat diterima secara nalar oleh akal manusia. Dan dapat dipelajari oleh ilmu kedokteran. Inilah keempat macam proses penciptaan manusia tersebut:
1.    Proses Kejadian Manusia Pertama ( Nabi Adam )  
Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
“Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah”. ( QS. As Sajdah : 7 )
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia ( Adam ) dari tanah liat kering ( yang berasal ) dari lumpur hitam yang diberi bentuk“. ( QS. Al Hijr: 26 )
2. Proses Kejadian Manusia Kedua ( Siti Hawa )
Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawan jenisnya untuk dijadikan kawan hidup ( istri ). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah sati firman-Nya : [1]
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” ( QS. Yaasiin: 36 ).
Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’ ayat 1 yaitu :
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang sangat banyak...” ( An Nisaa 1 )
            Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :
 “Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam” ( HR. Bukhari-Muslim ).
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
3. Proses Kejadian Manusia Ketiga Nabi Isa Putra Maryam
            Narasi Qur’an tentang Isa dimulai dari kelahiran Maryam sebagai putri dari Imran, berlanjut dengan tumbuh kembangnya dalam asuhan Zakariya, serta kelahiran Yahya. Kemudian Al Qur’an menceritakan kejaiban kelahiran Isa sebagai anak Maryam tanpa ayah atas kenedak Allah, bukan dengan perzinahan dengan seorang laki-laki, karena Maryam sendiri tidak pernah disentuh laki-laki.
Ingatlah ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan dengan Kalimat yang datang dari pada-Nya, namanya Al Masih Isa putra Maryam, seoarang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah” (Ali Imran 45)
            Muslim percaya pada konsep kesucian Maryam, yang telah diceritakan dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an. Menurut kisah di Al-Qur’an, Maryam selalu beribadah dan telah dikunjungi oleh Malaikat Jibril. Jibril mengatakan kepada Maryam tentang akan diberikan calon anak yang bernama Isa, Maryam sangat terkejut, karena ia telah bersumpah untuk menjaga kesuciannya kepada Allah dan tetap mempertahankan hal itu dan bagaimana pula dia bisa hamil tanpa seorang lelaki atau suami, lalu Jibril menenangkan Maryam dan mengatakan bahwa perkara ini adalah perkara yang mudah bagi Allah, yang ingin membuat dia sebagai tanda untuk manusia dan rahmat dari-Nya. Seperti halnya dalam konsep penciptaan Adam tanpa ibu dan bapak.
            Pembicaraan mereka terekam dalam salah satu surah didalam Al-Qur’an: “Jibril berkata: “Demikianlah Tuhan-mu berfirman: Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar dapt Kami menjadiknnya suatu tanda bagi manusia dan sebgai Rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang telah diputuskan” ( Maryam 21 )
            Beberapa ayat lain terkait dengan kelahiran Isa antara lain: “Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam darai tanah, kemudian Allah berfirman kepaadanya: “Jadilah”, maka jadilah dia” ( Ali Imran 59 ). Juga Allah berfirman: “Dan ingatlah kisah Maryam yang telah memelihara kehormatnnya, lalu Kami tiupkan ruh dari Kami ke dalam tubuhnya, dan Kami jadikan dia dan anknya tanda Kekuasaan Allah yang besar bagi semesta alam” ( Al Anbiya 21 )
            Setelah Isa berada didalam rahimnya, Maryam lalu mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Disana ia melahirkan dan beristirahat di dekat sebuah batang pohon kurma. Isa kemudian berbicara memerintahkan ibunya dari buaian, untuk mengguncangkan pohon untuk mengambil buah-buah yang berjatuhan, dan juga untuk menghilangkan rasa takut Maryam dari lingkungan sekelilingnya Maryam berzinah, kemudian Maryam menunjuk kepada anaknya yang baru lahir itu, maka Isa pun menjawab[2]
Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Alkitab ( Injil ) dan Dia menjadikan aku seorang nabi; dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada dan Dia memerintahkan kepadaku ( mendirikan ) salat dan ( menunaikan ) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka” . ( Maryam: 30-32 )
 4. Proses Kejadian Manusia Keempat ( semua keturunan Adam dan Hawa )
            Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau secara medis.
            Allah berfirman: ”Dan Dia-lah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka bagimu ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang nengetahui” ( Al Anam 98 )
            Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :
            “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati ( berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani ( yang disimpan ) dalam tempat yang kokoh ( rahim ). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al Mu’minuun : 12-14).


2.2 HAKIKAT MANUSIA
A. Pengertian Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu manusia diharuskan mengenal siapa yang menciptakan dirinya sebelum mengenal lainnya.
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
  • Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
  • Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
  • Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik unt[3]uk ditempati.
  • Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
  • Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
B. Manusia dalam beberapa pandangan
1. Pandangan Antropologi
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya. Dalam teorinya ia mengatakan : “Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan”. Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia.
Dapat disimpulkan bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.
2.    Pandangan Islam
Dalam Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam kitab suci Al-Quran. Tidak luput olehNya, bagaimana proses pemben[4]tukkan manusia yang juga digambarkan sejelas-jelasnya. Dalam Al-Qur’an jika dipadukan dengan hasil penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia ini.
Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam waktu enam masa. Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum, Palaeozoikum, Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap periode menunjukkan perubahan dan perkembangan yang bertahap menurut susunan organisme yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing (tidak berevolusi).[4]
Manusia dikaruniakan oleh Allah akal untuk berfikir. Dengan akal, manusia mampu membedakan antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah). Dengan akal pula, manusia mampu merenungkan dan mengamalkan sesuatu yang benar tersebut. Dengan karunia akal, manusia diharapkan dapat memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Disamping memiliki akal, manusia selalu terlahir dengan 3 naluri yang pasti ada dalam dirinya, yaitu :
a.       Naluri untuk mensucikan sesuatu : naluri untuk beragama dan menyebah sesuatu yang lebih dari pada dirinya.
b.      Naluri untuk mempertahankan eksistensi diri : manunia punya kecenderungan marah, sedih, senang dll.
c.       Naluri untuk melestarikan dirinya : naluri kasih sayang.

2.3    DIMENSI KEPRIBADIAN MANUSIA
Manusia memiliki karakteristik yang membedakannya dengan hewan, manusia juga memiiki dimensi yang bersifat unik, potensial, dan dinamis. Ada 4 (empat) macam dimensi manusia :
a.      Dimensi Keindividualan
Dimensi individual adalah keperibadian seseorang  yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (indevide). Seorang pakar pendidikan M.J.Lavengeld mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas,maksudnya dua anak kembar yang berasal dari satu telur yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua dan sulit dibedakan satu dan yang lain hanya serupa tetapi tidak sama apalagi identik. hal ini berlaku pada sifat-sfat fisiknya maupun hidup kejiwaannya (kerohaniannya). Setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya) dengan adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak,perasaan,cita-cita, kecenderungan, semangat,dan daya tahan yang berbeda.
Contoh sederhananya saja dua oarang murit sekelas yang mempunyai nama yang sama tidak pernah bersedia untuk di samakan satu sama lain,arti katanya masing-masing ingin mempertahankan ciri-ciri khasnya sendiri,gambaran tersebut telah dikekemukakan oleh fancis galton seorang ahli biologi dan matematika inggris,dari hasil penelitiannya banyak pasangan kembar satu telur ternyata ternyata tidak sepasang pun yang identik atau sama sifat dan kepribadiannya.
M.J.Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri  yang sangat kuat,meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya,sehingga memerlukan pihak lain(pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan,sifat-sifat sebagaimana di gambarkan diatas yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidika agar bisa menjadi kenyataan,sebab tanpa dibina melalui pendiidikan,benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian yang unik akan tetap tinggal laten.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia.dengan kata lain kepribadiaan seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya,sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadiaan yang khas sebagai miliknya.jika terjadi  hal demikian seorang tidak memilki kepribdian yang otonom dan orang seperti ini tidak akan memilki pendirian serta mudah dibawa oleh arus masa,padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk keribadianya atau menemukan ke mandiriannya sendiri.pola pendidikan yang bersifat demokratis di pandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas seseorang.
b.      Dimensi Kesosialan
Dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul,dengan adanya dorongan untuk bergaul,setiap orang ingin bertemu sesamanya. Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dengan adat kebudayaan tertentu pula.
Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat.masih banyak contoh - contoh lain yang menunjukan betapa dorongan sosialitas tersebut demikian kuat tanpa orang menyadari sebenarnya ada alasan yang cukup kuat.seorang filosof Immanuel Kant menyatakan manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia,maksudnya tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain.
Seorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya,cita-citanya didalam interaksi dengan sesamanya.seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,mengidentipikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk di milikinya,serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya.hanya didalam berintraksi dengan sesamanya,dalam saling menerima dan memberi,seseorang menyadari dan menghayati Kemanusiaannya.banyak bukti bahwa anak manusia tidak akan menjadi manusia bila tidak ada berada diantara manusia.

c.       Dimensi Kesusilaan
Susiala berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan lebih  tinggi.akan tetapi dalm kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika didalamyang pantas atau sopan  itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. dimensi kesusilaan disebut juga keputusan yang lebih tinggi.kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.etika adalah (persoalan kebaikan )  sedangkan etiket adalah (persoalan kepantasan dan kesopanan ).
pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila,serta melaksanakannya.sehingga dikatakan manusia itu makhluk susila.persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai kehidupan.Susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih sempurna.
Manusia dengan kemampuan akalnya memungkinkan untuk menentukan sesuatu manakah yang baik dan manakah yang buruk, manakah yang pantas dan manakah yang tidak pantas.Dengan pertimbangan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya memungkinkan manusia untuk berbuat dan bertindak secara susila.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai,menghayati,dan melaksanakan nilai tersebut dalam perbuatan.Nilai-nilai merupakan  sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan,keluhuran,kemulian dan sebagainya,sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban disamping hak pada peserta didik.
d.      Dimensi Keberagaman
pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius.beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang,agama menjadi sandaran vertikal manusia. dan Manusia adalah mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran yg dipercayainya yang didapatkan melalui bimbingan nabi demi kesehatan dan keselamatannya. Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing.
Pemahaman agama diperoleh melalui pelaj[5]aran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi,komitmenaktif&praktekritual.
Jauh dekatnya hubungan ditandai dengan tinggi rendahnya keimanan dan ketaqwaan manusia yang bersangkutan.Di dalam masyarakat Pancasila, meskipun agama dan kepercayaan yang dianutnya berbeda-beda, diupayakan terciptanya kehidupan beragama yang mencerminkan adanya saling pengertian, menghargai, kedamaian, ketentraman, & persahabatan.
2.4    PENGEMBANGAN DIMENSI MANUSIA
a.      Pengembangan Dimensi Hakekat Manusia.
Usaha pengembangan hakekat manusia dalam dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, & keberagamaan berangkat dari anggapan dasar bahwa manusia secara potensial memiliki semua dimensi tersebut, yang memungkinkan dan harus dapat dikembangkan secara bertahap, terarah dan terpadu melalui pendidikan sehingga dapat menjadi aktual.
Konsep dasar pengembangan manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan mampu mengembangkan interelasi dan interaksi dengan orang lain secara selaras serasi seimbang tanpa kehilangan jati dirinya.
Pengembangannya sebagai peserta didik diselenggarakan dalam lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, & masyarakat pengembangan self extence menyangkut aspek jasmani-rohani,cipta-rasa-karsasebagaidimensikeindividuan.
b.      Pengembangan manusia sebagai makhluk sosial
Manusia sejak lahir hingga ajalnya perlu dibantu oleh orang lain.Manusia harus merasa sadar dirinya terpanggil untuk berbuat baik bagi orang lain dan masyarakat.Pengembangan dimensi tersebut harus dimulai sejak di keluarga, sekolah dan masyarakat, untuk itu nilai/norma/kaidah yang berlaku didalam keluarga juga perlu dijunjung tinggi disekolah dan masyarakat.

c.       Pengembangan manusia sebagai makhluk susila
Hanya manusia sajalah yang mampu menghayati norma-norma dan nilai-nilai dalam kehidupan sehingga dapat menetapkan pilihan tingkah laku yang baik dan yang buruk.
Bagi manusia Indonesia norma-norma dan nilai-nilai yang perlu dikembangkan adalah nilai-nilai universal yang diakomodasi dan diadaptasi dalam nilai-nilai khas yang terkandung dalam budaya bangsa.Sebagai manusia Indonesia yang ideal adalah manusia yang memiliki pikiran,ide,gagasan yang terkristal dalam kelima nilai dasar dalam Pancasila.
d.      Pengembangan manusia sebagai makhluk beragama
Sementara pihak ada yg lebih mengutamakan terciptanya suasana penghayatan keagamaan lebih dari pengajaran keagamaan.Untuk itu yg perlu diutamakan adalah sikap teladan dari orang tua, guru dan pendidik lainnya disertai dengan pilihan metode pendidikan yang tepat dan ditunjang dengan kemudahan-kemudahan fasilitas yang memadai.Demikian pula halnya di sekolah dan di masyarakat yang religius.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan antara lain :
1.             Sifat hakekat manusia merupakan ciri-ciri yang karakteristik yang secara prinsipil membedakannya dengan makhluk hidup lainnya.
2.             Dimensi-dimensi kepribadian manusia memiliki sifat yang unik, potensial dan dinamis, yang terbagi menjadi 4 macam dimensi yaitu : keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan.
3.             Pengembangan dimensi manusia dapat dilakukan dengan 2 pendekatan pengembangan yaitu pengembangan yang utuh dan pengembangan yang tidak utuh.
3.2 SARAN
Dengan mengetahui sifat hakekat manusia diharapkan seorang calon guru dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan landasan dan arah, sehingga tujuan untuk menumbuhkembangkan potensi kemanusiaan dapat dilakukan dengan tepat dan benar. Selain itu, seorang calon guru diharapkan mempunyai gambaran yang jelas siapa manusia yang sebenarnya.



DAFTAR PUSTAKA
Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009
Fatah, Nanang, Drs, Landasan Manajemen Pendidikan, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya  2004
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Pidarta Made, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997
http.www.penciptaanmanusia.com, jumat,13 Maret 2015, Wikipedia



[1][1] http.www.penciptaanmanusia.com, jumat,13 Maret 2015, Wikipedia
[2] http.www.penciptaanmanusia.com, jumat,13 Maret 2015, Wikipedia

[3] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, Hal. 56-62

[4] Pidarta Made, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997 Hal. 121-135
Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009 Hal. 78-79
[5] Fatah, Nanang, Drs, Landasan Manajemen Pendidikan, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya  2004 Hal. 47-56